A. Konteks sosial dan Intelektual Agust Comte dan Herbert Spencer
![]() |
August Cmte |
![]() |
Herbert Spencer |
1. Konteks sosial dan Intelektual Agust Comte
Aguste Comte lahir dari Montpellier berasal dari keluarga bangsawan tetapi keluarga mereka tidak menunjukkan kebangsawanan. Comte mengalami banyak hal pergolakakan ditempatnya belajar di Ecole Polytechnique baik dalam bidang politik maupun sosial sebagai seorang pemberontak dia
meninggalkan politeknik setelah 2 tahun . Hal ini diawali oleh pemecatan seorang mahasiswa yang menentang Napoleon.Aguste Comte diangkat sekertaris oleh Saint Simon, keduanya saling melengkapi karakteristik
yang berbeda. Saat di bawah Simon, comte sangat mengagumkan sehingga dirinya di pandang sebagai intelektual di prancis. Namun disebabkan penerbitan sistem politik positif dengan perdebatan mengenai kepengarangan bersama akhirnya hubungan persahabatan ini retak setelah 7 tahun. Berikutnya lelaki yang lahir 19 januari 1789 ini mengalami gejala paranoid bahkan dia pernah masuk rumah sakit jiwa dan dipulangkan tanpa kesembuhan. Ia pernah berusaha bunuh diri namun tidak berhasil.
meninggalkan politeknik setelah 2 tahun . Hal ini diawali oleh pemecatan seorang mahasiswa yang menentang Napoleon.Aguste Comte diangkat sekertaris oleh Saint Simon, keduanya saling melengkapi karakteristik
yang berbeda. Saat di bawah Simon, comte sangat mengagumkan sehingga dirinya di pandang sebagai intelektual di prancis. Namun disebabkan penerbitan sistem politik positif dengan perdebatan mengenai kepengarangan bersama akhirnya hubungan persahabatan ini retak setelah 7 tahun. Berikutnya lelaki yang lahir 19 januari 1789 ini mengalami gejala paranoid bahkan dia pernah masuk rumah sakit jiwa dan dipulangkan tanpa kesembuhan. Ia pernah berusaha bunuh diri namun tidak berhasil.
Ketika sedang mengembangkan filasafat positifnya dia menikahi mantan pelacur caroline massin. Caroline
meninggalkan comte karena kasarnya perilaku comte dan tidak ada penghargaan dari comte yang telah sabar merawat ia sampai sembuh. Setelah menerbitkan enam seri buku filsafat positif (course of positive philosophy) ditahun 1830-1842. dia menemukan wanita yang sungguh luar biasa di matanya pada tahun 1844 wanita sempurna itu adalah chothilde de vaux namun kisah cinta ini tidak jauh beda dengan caroline. Chotilde membalas cinta Comte sebagai persahabatan, tidak berhenti sampai di situ chotilde meninggal dunia di usia perkenalan yang sebentar, dia mengidap TBC . sejak itu dia bersumpah akan membaktikan dirinya demi mengenang bidadarinya. Dari kefrustasianya itu tulisan tulisan comte terlihat berbeda. dalam “system of positive politics” gagasannya didasarkan pada bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam kehidupan adalah perasaan bukan intelegensi. Bahkan dia mengutarakan organisasi di dasarkan cinta murni bukan pada ke egoisan individu yang hanya memikirkan kehormatan semata. Untuk mewujudkantujuan tersebut maka perlulah didirikan agama baru sebagai panutan yaitu agama humanitas untuk mengubah diri dari keegoisiaan menjadi altruisme, juga tidak membenarkan ajaran tradisional supernaturalistik sehingga agama ini berkiblat pada standart intelektual .
2. Konteks sosial dan intelektual Herbert Spencer
Konteks sosial dalam pemikiran Herbert Spencer berasal dari keluarga terpelajar dimana ayahnya adalah seorang guru yang sangat kritis terhadap agama yang dianutnya yaitu kristen, Spencer adalah orang yang sukar dalam menjalin hubungan dengan orang lain, Spencer meninggalkan agama yang telah dianut orang tuanya, Spencer selalu beroposisi terhadap nilai-nilai budaya dalam masyarakat. dengan sikapanya tersebut Spencer menjadi terkenal dan berpengaruh di dunia barat oleh ajaranya mengenai prioritas individu atas masyarakat (Individualisme) dan prioritas ilmu pengetahuan atas agama dan dia juga mempunyai Individualisme yang berbeda dengan Auguste comte yang lebih bersifat altruisme tetapi salah satu sifat Spencer yang paling menarik yang menjadi penyebab kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca buku orang lain. Dalam hal ini ia sama dengan bapak sosiologi Auguste Comte yang mengalami gangguan otak. Mengenal keengganannya membaca buku orang lain, Spencer berkata: “aku telah menjadi pemikir sepanjang hidup, bukan menjadi pembaca, aku sependapat apa yang di katakan Hobbea jika membaca sebanyak yang di baca orang lain, aku akan mengetahui sedikit yang mereka ketahui itu”(Wilstshire’1978 ; 67).
Dalam karya tulisya yang dibuat pada tahun 1851, Spencer mengajarkan suatu determinisme dan liberalisme ekstrem di bidang ekonomi dan masyarakat. Perjuangan Spencer terhadap keagamaan juga menginginkan penafsiran-penafsiran terhadap keagamaan harus diganti dengan penafsiran yang alami dan ilmiah, agama dianggap dia sebagai keterbelakangan dan dia lebih fakus terhadap evolusi dan kemajuan manusia. Pada saat keadaan politik di negaranya mulai tenang penyebaran gagasan positivisme dan rasionalisme serta optimisme terhadap gejala baru seperti industri tidak di hambat oleh reaksi negatif dan oposisi seperti di negara Perancis. Spencer juga berupaya keras terhadap pemikiranya bahwa semua fenomena sosial harus di pelajari secara ilmiah.
Konteks intelektual Spencer sendiri lebih mengedepankan prinsip evolusi tidak hanya pada bidang biologi melainkan pada semua bidang pengetahuan lain, pada saat itu dia mencoba untuk menerangkan semua fenomena berdasarkan evolusi materi yang bertahap. Permulaanya materi mempunyai struktur yang sama (homogeneous) tanpa adanya perbedaan yang mendasar, materi sederhana tersebut terbentuk dari sebagian besar partikel-partikel yang semuanya sama tetapi dalam keadaan terkuasai oleh suatu daya gerak dari dalam yang memebuat mereka bergabung, daya gerak inilah yang telah menyebabkan proses pembentukan semua benda.
Menurut Spencer evolusi adalah penyatuan dan pengintegrasian materi ke dalam kesatuan-kesatuan yang lebih besar dan lebih rumit strukturnya serta Arah dan jalanya proses adalah peralihan dari keadaan serba sama kepada keadaan yang serba beda tetapi Spencer juga mempermasalahkan asal usul atas asas dinamika proses tersebut diatas.
Dalam bukunya yang berjudul First Principles pada tahun 1862, dia menjawab bahwa kita harus bertitik tolak dari The Low of The Persistence of force yaitu mengenai prinsip ketahana dan kekuatan. Tidak ada energi yang hilang dan lenyap, maka apabila suatu obyek disentuh atau di bentur oleh energi dari obyek tersebut tidak tinggal tetapi tetap sama. Untuk memahami rahasia evolusi baik di alam organik maupun sebaliknya terdapat hukum pergandaan pengaruh oleh sebab itu Spencer berbeda pendapat dengan pihak atheism dan filsafat yunani yang beranggapan bahwa dunia ini kekal dan abadi adanya permulaan sedangkan Spencer mengatakan bahwa pernyataan itu permainan kata saja dan pada intinya tidak berbeda dengan pihak agama, bahwa dunia diciptakan oleh tuhan. Jawaban tersebut tidak mampu memecahkan persoalan dan hanya bergerak sedikit atau bergeser maka dari itu daya pengenalan manusia belum mampu menjangkau suatu hal yang luput dari pengamatan indrawi.
B. Hukum Evolusi Masyarakat Menurut Aguste Comte dan Herbert Spencer
1. Hukum Evolusi Masyarakat Menurut Aguste Comte
Comte memandang bahwa masyarakat sebagai kesatuan di mana perkembangan akal budi manusia yang evolusioner. Akal budi ini bekembang dengan sendirinya secara bertahap dan merupakan proses alam yang tidak terelakkan dan terhentikan. Evolusi ini dikuasai oleh suatu hukum universal yang berlaku bagi semua orang dimanapun dan kapanpun.
Ia membagi tahapan evolusi itu menjadi tiga tahapan yaitu teologis, metafisik, dan tahapan positif.
1. Tahap Teologis
Tahap ini merupakan periode terlama dalam sejarah. Karena awal mula pekembangan akal budi memakai gagasan keagamaan yang belum adanya penguasaan atas makhluk lain. Tahap inipun dibagi menjadi tiga periode :
a. Periode Fetisisme
Bentuk pemikiran masyarakat primitif kepercayaan atas roh-roh atau bangsa halus yang turut hidup bersama kita. Ini terlihat pada zaman purba dimana diadakan upacara penyembahan roh halus untuk meminta bantuan maupun perlindungan.
b. Periode Politeisme
Periode ini masyarakat telah percaya akan bentuk para penguasa bumi yakni para dewa-dewa yang terus mengontrol semua gejala alam.
c. Periode Monoteisme
Semakin majunya pemikiran manusia, pada periode terakhir ini muncul kepercayaan akan satu yang tinggi pada abad pertengahan. Kepercayaan akan Tuhan yang berkuasa penuh atas jagad raya, mengatur segala gejala alam dan takdir makhluk.
2. Tahap Metafisik
Tahap transisi dari teologi ke tahap positif. Dimana segala gejala sosial terdapat kekuatan yang dapat terungkapkan (ditemukan dengan akal budi). Namun disini belum adanya verifikasi. Mekipun penerangan dari alam sendiri tapi belum berpangkal pada data empiris. Jadi, bisa dikatakan masih pergeseran cara berpikir manusia.
3. Tahap Positif
Ditahap ini gejala alam dijalaskan secara empiris namun tidak mutlak. Tapi pengetahuan dapat berubah dan mengalami perbaikan seiring intelektual manusia sehingga dapat diterapkan dan dimanfaatkan. Akal budi penting tapi harus bedasarkan data empiris agar memperoleh hukum-hukum baru.
2. Hukum Evolusi Masyarakat Menurut Herbert Spencer
Konteks intelektual menyatakan bahwa gagasan Spencer dipengaruhi gagasan Darwin tentang evolusi. Bedanya Darwin mengutamakan evolusi pada masalah biologi sedangkan Spencer lebih mengarahkan evolusi pada semua bidang ilmu. Hukum materi bertahap itulah yang dia terapkan.
Menurut Spencer permulaan sebuah materi mempunyai kondisi yang serba sama (homogeny) kemudian pada tahap selanjutnya mengalami sejumlah perkembangan juga perbedaan-perbedaan kondisi di dalam materi itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Social Statics menganalogikan masyarakat sebagai organisme dalam arti organisme sosial, organisasi sosial ini meliputi positivis dan determinis.
Seperti halnya Comte yang menyimpulkan tiga tahap dalam menganalisis evolusi masyarakat, Spencer dalam hal ini menyodorkan empat tahap dalam evolusi masyarakat, yaitu:
1. Tahap pertambahan
Pada dasarnya setiap yang sedikit selalu bertambah begitu juga dengan orde sosial yang dalam konsekuensinya selalu mengalami pertambahan.
2. Tahap kompleksifikasi
Tahap kompleksifikasi ini muncul disebabkan oleh tahap pertambahan yaitu makin rumitnya struktur organisme yang bersangkutan.
3. Tahap pembagian atau diferensiasi
Melihat adanya orde sosial yang semakin rumit struktur organismenya maka dirasa perlu mengadakan pembagian tugas demi meratakan pemenuhan kebutuhan. Menurut Spencer pembagian kerja menghasilkan stratifikasi masyarakat terbagi ke dalam kelas-kelas.
4. Tahap pengintegrasian
Mengingat proses diferensiasi mengakibatkan bahaya perpecahan maka harus diimbangi oleh proses yang mempersatukan. Dalam hal ini menurut Spencer manusia tidak perlu mengambil inisiatif alias bersikap pasif dan dia juga memandang peran serta pemerintah yang berwenang mengurus dan mengawasi kegiatan-kegiatan masyarakat dianggap sebagai peninggalan zaman kuno yang bercorak absolutisme.
Spencer juga membuat masyarakat menjadi dua tipe yang berbeda dan bertentangan tetapi berkembang sehingga lahirlah yang disebut masyarakat ideal menurut spencer. Kedua masyarakat itu adalah masyarakat militaristik dan industri denagn ciri-cirinya:
Masyarakat militaristik | Masyarakat industri |
-agresif |
-konsumeris
-pemimpin lebih memprioritaskan kepada yang mahir perang
-masih percaya pada tahayyul dan kekuatan roh yang diwujudkan dengan agama dan manusia yang diwujudkan dengan kekuasaan politik
-wanita dianggap rendah
-terjadi transisi antara politeisme ke monoteisme-mengutamakan perdamaian
-masyarakat sangat produktif
-lebih menekankan falsafah demokrasi yang berasaskan pada penyamarataan derajat
-dalam buku The Man versus The State manusia bebas dari agama dan negara
Menurut Spencer kedua tipe masyarakat ini saling bertentangan. Kelak pada waktunya proses industrialisasi akan melenyapkan perang yang terdapat pada masyarakat militaristic dari muka bumi. Bangsa-bangsa akan saling bergantungan satu dari yang lain sedemikian rupa hingga perang tidak mungkin dan merupakan tindak bunuh diri. Konflik yang memakai kekerasan untukmenang akan berubah menjadi perswaingan di mana pihak yang cerdas yang paling menang. Absolutisme negara akan menjadi suatu anakronisme, kaum wanita beremansipasi serta demokrasi diutamakan sehingga terjadilah masyarakat yang cinta damai. (Veeger, 1993 : 43).
C. Gagasan Analisis Aguste Comte dan Hebert Spencer
1. Analisis Kondisi Indonesia Berdasarkan Gagasan Comte
Sejarah telah mencatat bahwa telah ditemukan beberapa benda yang dianggap keramat oleh masyarakat purba pada zaman dahulu sebagai alat pemujaan, misal : punden, dolmen dan beberapa patung yang melambangkan nenek moyang. Dengan adanya peristiwa ini, jelas hal tesebut dalam istilah Comte termasuk dalam tahap Teologi yang mana masyarakat tersebut menganut paham animisme dan dinamisme (Fetisisme).
Kemudian dilanjutkan dengan peradaban baru yang ditandai dengan danya kepemimpinan dalam kelompok. Kemudian kelompok-kelompok ini membentuk satu persatuan baru yang ditandai dengan adanya penguasaan terhadap diri orang lain yang tersebut sebagai masa kerajaan. Pada masa ini terjadi pegeseran dari fetisisme ke politeisme, yang dimana pada masa ini telah mempercayai banyak Dewa, Misal : jika ingin panen baik harus memberi sesaji pada Nyi Roro Kidul, jika ingin panen melimpah harus mengadakan slametan untuk Dewi Sri. Kemudian yang berhubungan dengan gejala alam semuanya berpikiran bahwa para Dewa sedang murka.
Setelah lama berkembangnya paham politeisme maka lahirlah paham monoteisme yang dibawa oleh pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat. Paham ini percaya jika hanya satu kedudukan satu yang tertinggi yakni Tuhan itu satu yang diwujudkan dalam Agama Islam, seperti kerajaan Demak, dan selajutnya masuknya agama Kristen serta Katolik yang dibawa penjajah.
Untuk tahap Metafisik dimana mulai ada penjajahan. Pada masa itu bangsa Indonesia masih menerima dan masih belum ada pemikiran dibodohi. Dan pada masa kerajaan ini masih belum berfikir bahwa penjajah bisa diusir tanpa menggunakan fisik (perang) serta masih kentalnya rasa Etnosentrisme yang menghalangi untuk bersatu mengusir penjajah.
Tahap terakhir yaitu Positif , dimana lahir pemikir-pemikir yang mulai sadar bahwa penjajah tidak bisa dilawan dengan rasa Etnosentrisme melainkan dengan gerakan-gerakan bersatu untuk berusaha mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Hal ini didukung dengan data empirik yaitu dengan semangat para pemuda-pemuda untuk bersatu dengan lahirnya satu peristiwa “Sumpah Pemuda”.
2. Analisis Kondisi Indonesia Berdasarkan Gagasan Spencer
Dalam gagasannya, Spencer mengungkapkan kesimpulannya bahwa perkembangan suatu masyarakat mempunyai empat macam tahap evolusi yaitu : tahap pertambahan, kompleksifikasi, diferensiasi, dan integrasi. Gagasan itu bila dianalisis berdasarkan kondisi di Indonesia adalah:
Indonesia adalah adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku. Suku-suku tersebut merupakan kumpulan dari lebih dari satu keluarga. Dari keluarga ini kemudian mempunyai anak, cucu, cicit dan akhirnya membuat keluarga sendiri dan lama-kelamaan bertambah banyak dalam bentuk satu suku yang mempunyai hubungan erat kekeluargaan dan mempunyai kebudayaan tersendiri, inilah yang dinamakan tahap pertambahan.
Dari masing-masing suku yang terdapat di Indonesia itu mempunyai aturan-aturan dan sistem organisasi yang semakin rumit karena bertambahnya jumlah anggota suku tersebut. Masing-masing suku memiliki kekuasaan untuk mengembangkan kebudayaannya sendiri. Pada kondisi ini tecermin ciri masyarakat yang mengalami kompleksisasi.
Dengan semakin kompleknya struktur organisasi pada tiap-tiap suku yang tersebar di seluruh pelosok bangsa Indonesia menyebabkan negara tidak bisa menghentikan segala aktivitas setiap suku. Sehingga tiap suku masing-masing mempunyai cara tersendiri untuk mewujudkan cita-cita mereka. Kebudayaannya pun mereka kembangkan dan lestarikan sendiri. Hal ini menyebabkan munculnya kelas-kelas yang bisa membedakan suku yang dianggap maju dan suku mana yang dianggap terbelakang.
Untuk menghindari tindakan sparatisme atau pergolakan antarsuku yang kiranya bisa terjadi sewaktu-waktu maka perlu dibuatkan sebuah ideology yang bisa menyatukan segala perbedaan tiap suku yaitu dengan dibuatkan bahasa nasional dan yang paling pokok adalah motto bangsa “Bhineka Tunggal Ika” .
D. Persamaan dan Perbedaan Gagasan Aguste Comte dan Herbert Spencer
1. Persamaan Gagasan Aguste Comte dan Herbert Spencer:
- Spencer dan Comte menyatakan bahwa semua fenomena sosial itu merupakan interelasi dari keselurhan yang terjadi.
- Adanya kesatuan dan interdepensi dari ilmu, tetapi perbedaannya Comte melepaskan ilmu psikologi, sedangkan Spencer memasuk kan ilmu psikologi diantara biologi dan sosiologi.
- Ilmu pengetahuan harus bersandar pada akal, sedangkan hal-hal yang bersifat metafisis harus dikeluarkan dari ilmu pengetahuan.
- Hukum alam dan uniformitaslah yang mengatur jagad raya
2. Perbedaan gagasan Aguste Comte dan Herbert Spencer:
- Cara berpikir Spencer bertolak dari pemikirian bahwa perkembangan ide-ide tergantung dari perkembangan material. Sedangkan Comte sebaliknya bersifat idealis (datang dari ide).
- Spencer berpendapat bahwa teori evolusi masyarakat mengarah pada hukum alam artinya siapa yang kuat berarti yang menang sedangkan yang lemah dia yang kalah. Sedangkan Comte lebih mengarah pada masalah perasaan kebahagiaan yang hanya bisa diwujudkan dengan prinsip Altruisme.
0 komentar:
Posting Komentar